Judul : Dipongoro :
Ksatria Perang Jawa
Penulis : A. Kresna Adi
Penerbit: Matapadi pressindo
ISBN13 : 9786021634011
Bahasa : Indonesia
Dalam Buku Diponegoro: Ksatria Perang Jawa ini menceritakan tentang kisah perjuangan Pangeran Diponegoro dalam
menjungkirbalikkan/menyingkirkan kekuasaan Kolonial Belanda beserta
pengikutnya/sekutu yang pada saat itu yang berkuasa di Kota Yogyakarta. Pada
masa itu, Pemerintah Kolonial Belanda berupaya menyudahi riwayat kepahlawanan
di Jawa dengan menempuh jalan yang licik.
Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Hamengku Buwono III (
Sultan Raja ) dan Raden Ayu Mengkarwati (seorang selir). Beliau lahir pada
tanggal 11 November 1785, atau dalam penanggalan Jawa Jumat Wage tanggal 8
Muharam tahun B dalam naungan Wuku Wayang. Pangeran Diponegoro atau yang pada
saat itu dikenal dengan nama B.R.M. Ontowiryo, menghabiskan masa anak-anaknya
di lingkungan Kraton. Namun, Setelah Hamengku Buwono I wafat dan Hameng Buwono
II diasingkan oleh pemerintahan Daenldles, Ratu Ageng memerintahkan agar R.A.
Mengkarwati membawa anaknya ke
Tegalrejo. Hal ini disebabkan kehidupan Kraton yang tidak kondusif.
Ketika di Tegalrejo, Ia dibesarkan dan dididik layaknya seorang
bangsawan, sekaligus seorang santri yang taat beragama dalam suasana pendidikan
keislaman. Berkat didikan neneknya (Ratu Ageng), Diponegoro kecil tumbuh
sebagai seorang muslim yang taat. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari,
Diponegoro mencontoh dan mengikti sifat Nabi.
Setelah cukup dewasa, Pangeran Diponegoro mulai membangun rumah
tangganya sendiri. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat mengenai jimlah
istri beliau. Ada sumber yang menyebutkan beliau menikah dengan tujuh orang
istri dan ada pla yang berpendapat beliau menikan dengan delapan orang wanita.
Pada tahun 1825-1830, Pangeran Diponegoro melakukan pemberontakan yang
mengakibatkan Pemerintah Kolonial Belanda menjadi kalang kabut. Pemberontakan
ini dilatar belakangi oleh sikap kesewenag –wenangan Belanda kepada para
penghuni Kraton Yogyakarta serta masyarakat sekitar Kraton. Dan campur tangan
Belanda pada pemerintahan keratin Yogyakarta. Penyebab lain perang
jawa/Diponegoro adalah pemasangan patok-patok untuk perbaikan jalan pada
makam-makam leluhur pangeran Diponegoro (insiden anjir), patok tersebut
kemudian diganti dengan tombak sebagai tanda perlawanan pangeran Diponegoro.
Perlawanan di tegalrejo tersebut dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan
berlangsung selama 5 tahun, dalam perlawanannya Beliau mempunyai semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi
ditohi tekan pati"; "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai
mati". Perlawanan Pangeran Diponegoro ini kemudian disebut sebagai Perang
Jawa.
Pangeran Diponegoro yang merupakan figur utama Perang Jawa/Perang
Diponegoro 1825-1830, ternyata memiliki
kehidupan yang cukup menarik. Dalam kaitannya dengan perang, orang melihat
beliau sebagai sosok ksatria Jawa atau prajurit panglima perang yang pilih tanding.
Dilain sisi, Pangeran Diponegoro juga memiliki kemampuan berimajinasi dan
kreativitas yang tinggi. Pangeran Diponegoro tidak bisa berbahasa Melayu dan
Belanda dengan baik. Oleh karena itu jika Beliau marah kepada pejabat Belanda,
beliau cenderung berbahasa Jawa Ngoko.
Meskipun perjuangan masih sebatas di tanah Jawa, tetapi Pangeran
Diponegoro memberikan inspirasi bagi para pejuang kemerdekaan. Juga di kalangan
rakyat Indonesia untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Perang Diponegoro
yang tersebut juga Perang Jawa merupakan perang terbesar yang pernah dialami
dialami oleh Belanda pada masanya.
Source/link
: http://library.uny.ac.id/sirkulasi/index.php?p=show_detail&id=55474&keywords=sejarah